MENYIMPULKAN UNSUR CERPEN

MENYIMPULKAN UNSUR CERPEN

Cerpen "Pohon Keramat" merupakan salah satu cerpen karya Yus R. Ismail.  Cerpen ini mengambil latar di sebuah desa yang bernama Kalidoso dan berfokus pada tingkah laku masyarakatnya yang memilih untuk percaya pada sosok Sing Mbau Rekso yang dipercaya sebagai penunggu pohon trembesi di desa tersebut. Namun, pemikiran ini ditentang oleh tokoh Kyai Fauzan serta beberapa tokoh lain. Pembangunan sarana umum pun dilakukan untuk menangkis tumbuhnya takhayul di tengah masyarakat.

1. Latar tempat: Desa Kalidoso
Kutipan:
Desa Kalidoso yang terletak sepuluh kilometer dari jalan raya antara Solo dan Purwodadi itu bagaikan sebuah oase yang cukup luas. Sekelilingnya adalah perbukitan kapur yang tandus, tetapi subur bagi pohon jati, sehingga desa itu dilingkari oleh hutan jati.
Latar waktu: Pemerintahan Orde Baru
Kutipan:
“Di sini ’kan belum ada puskesmas pak Kyai. Tak mungkin desa ini mendapat proyek puskesmas sebelum penduduk di sini meninggalkan partai yang tidak berkuasa dan masuk partai yang berkuasa saat ini.”
2. Sudut pandang: Orang ketiga dan kedua
Kutipan:
Orang kedua -> “Kita harus berdakwah untuk menyerukan penghancuran TBC dengan menumbangkan sumber TBC itu sendiri. Pohon trembesi terkutuk itu. Pak Kyai yang memimpin dakwah itu. Sedangkan saya mengusahakan proyek itu. Saya sendiri yang akan membangun prasarana desa itu?” kata Thohir penuh percaya diri.
Orang ketiga -> “Tapi kok masjid kita itu terak-retak dan sebentar lagi bisa rubuh?” tanya mereka lebih lanjut.
3. Karakter:
a. Pak Camat
Karakter: Mendukung pembangunan di desa Kalidoso
Kutipan: Rencana itu pun terdengar oleh Parto dan pengikut-pengikutnya. Mereka pun marah, namun sulit menolak gagasan pembangunan yang telah disetujui oleh Pak Lurah dan Pak Camat.
b. Pak Lurah
Karakter: Mendukung pembangunan di desa Kalidoso

Kutipan: Rencana itu pun terdengar oleh Parto dan pengikut-pengikutnya. Mereka pun marah, namun sulit menolak gagasan pembangunan yang telah disetujui oleh Pak Lurah dan Pak Camat.
c. Pak Parto
Karakter: Mudah percaya pada takhayul
Kutipan cerpen: Mungkin untuk memberi sugesti kepada langganan pijatnya, ia selalu memberikan sebotol kecil air yang diambil dari mata air itu setelah diberi mantra olehnya. Inilah yang menyebabkan maka Parto akhirnya disebut sebagai dukun, dan ia tidak keberatan dengan sebutan magis itu. Tentu saja dengan mengatakan bahwa air dari mata air itu berkhasiat tinggi, bukan sembarang air.
d. Kyai Fauzan
Karakter: tidak percaya pada takhayul, peduli pada kondisi masyarakat
Kutipan cerpen: “Itu syrik. Dan syrik adalah dosa yang paling besar di hadapan Allah,” kata Kyai Fauzan Saleh.
e. Pak Thohir
Karakter: tidak bertanggung jawab atas hasil kerjanya
Kutipan cerpen: “Lho kok malah saya yang dituduh korupsi. Tanya saja pada pak insinyur, apakah ia mengurangi jatah semennya?” Tapi insinyur yang dimaksud tinggal di kota sehingga pertanyaan itu dijawab sendiri oleh pemborong Thohir seolah-olah mewakili insinyur dimaksud.
f. Masyarakat desa Kalidoso
Karakter: mudah percaya pada takhayul
Kutipan cerpen: Parto berkata kepada para pengikutnya, “Pohon kita itu adalah pohon keramat yang memberi berkah kepada penduduk desa. Jika pohon itu ditebang, maka Sing mBau Rekso akan marah besar,” kata Parto keras sebagai seorang yang dianggap suci karena pertapaannya dan perannya sebagai dukun yang terkenal sampai ke desa-desa lain itu.
g. Masyarakat luar desa Kalidoso
Karakter: geram jika masyarakat percaya takhayul
Kutipan cerpen: Kaum santri Solo yang telah maju menyebut penduduk desa itu sebagai mengidap penyakit TBC, singkatan dari takhayul, bidah, dan churafat.
h. Pemerintah Orde Baru
Karakter: enggan melakukan pembangunan jika masyarakat tidak berpihak pada partai yang berkuasa.
Kutipan cerpen: “Di sini ’kan belum ada puskesmas pak Kyai. Tak mungkin desa ini mendapat proyek puskesmas sebelum penduduk di sini meninggalkan partai yang tidak berkuasa dan masuk partai yang berkuasa saat ini.”

Kesimpulan
Unsur pembangun sebuah cerpen meliputi unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik mencakup tema, latar, tokoh, penokohan, amanat, dan sudut pandang. Unsur ekstrinsik mencakup latar belakang masyarakat dan penulis.

TUGAS
Bacalah cepen berikut, kemudian simpulkanlah berdasarkan unsur-unsurnya (Latar, sudut pandang, karakter, alur) beserta kutipannya!

Hijau Sekolahku, Nyaman Hatiku

        Hai namaku Felly siswa kelas VIII di SMP Tunas Bangsa. Aku bangga bersekolah di sekolah ini. Ya, sekolah ini termasuk sekolah pilihan pertama di tempatku. Meski sekolah ini dinilai sekolah yang memiliki fasilitas paling bagus, namun menurutku ada yang kurang. Aku tidak merasakan sejuknya udara, apalagi pada saat siang hari. Dan untuk mengatasi hal itu, beberapa bulan lagi aku akan mengadakan program  “Tanam 1000 Pohon”. Ya, aku adalah ketua OSIS sekolah saat ini. Aku menampung banyak inspirasi dari siswa untuk mengubah sekolah ini. Jadi ketua OSIS itu gampang gampang susah sih. Terkadang, masih ada pro kontra terhadap program yang ku rencanakan. Tapi, aku gak boleh mundur, aku harus tetap memperjuangkannya jika itu baik

          Pagi itu, saat aku baru datang ke sekolah aku melihat sesuatu yang berubah dari sekolahku. Taman. Banyak taman yang telah dibuat. Didepan sekolah, di depan kelas, semuanya penuh taman. Memang bagus, namun aku masih belum merasa keasriannya. Aku mulai bertekad, gerakan tanam 1000 pohon harus terlaksana apapun akibatnya.

          Bel istirahat berbunyi.Aku menyuruh Lina si sekertaris OSIS untuk memanggil seluruh anggota OSIS untuk mengadakan rapat. “Diumumkan kepada seluruh anggota OSIS harap berkumpul  di ruang OSIS sekarang juga”. Setelah semua berkumpul, aku memulai pembicaraan. “Selamat pagi semua. Kali ini kita akan membahas tentang hijaunya sekolah kita. Kita tau kan sekolah kita telah bagus dan terdapat banyak taman di dalamnya. Tapi ada satu hal yang mengganjal di hati saya. Saya masih belum bisa merasakan udara yang segar di lingkungan sekolah ini. Saya punya ide, bagaimana jika kita mengadakan program tanam 1000 pohon?” Suasanya waktu itu hening, dan aku melihat wajah mereka semua yang menunjukkan bahwa mereka sedang berpikir. “Tapi Felly, sekolah kita udah penuh sesak dengan taman. Mau ditaruh dimana coba pohon-pohon itu?” Pertanyaan yang cukup bagus ditanyakan oleh Lendra, wakil ketua OSIS.

“Ya, itu harus dibicarakan dengan Pembina dan kepala sekolah. Kita kan tidak tahu mana tempat yang menurut mereka cocok. Tapi kalo saya mengusulkan, kita bisa menanamnya di sekitar lapangan sepak bola” rapat kali ini tidak sesuai harapanku. Seharusnya bisa lama dari ini namun bel masuk telah berbunyi. “Oke, mungkin ini aja pendahuluannya. Besok akan saya bicarakan hal ini dengan Pembina dan kepala seolah. Terimakasih untuk waktunya, dan kalian bisa kembali ke kelas masing-masing”

          Keesokan harinya, aku mulai beraksi sesuai rencanaku. Aku mengatakan hal ini kepada Pembina OSIS. Namun, ada suatu kendala. “Felly, kami tau idemu memang bagus. Tapi itu tidak membutuhkan biasa yang sedikit. Tentunya kita harus menanam pohon yang minimal sudah memiliki daun, bukan bijinya” Pak Roni selaku pembina OSIS mengatakan hal itu, berarti dia tidak menyetujuinya. “Tapi, ini demi kenyamanan kita. Kita tidak perlu memakai AC atau kipas angina jika banyak pohon disini” Aku tetap memaksa, berharap mendapat persetujuan. “Lagipula pohon pohon itu tak akan tumbuh besar hanya dalam waktu 1-2 tahun. Kamu tidak akan bisa menikmatinya saat ini”

“Memang, justru itu saya melakukan ini. Saya melakukan hal ini demi sekolah ke depannya” Pak Roni seakan berpikir. Mungkin dia sedang berpikir apa yang akan dia jawab. “Baiklah, bapak akan memberitahukannya kepada kepala sekolah” Akhirnya, Pak Roni akan mengusahakannya. Semoga saja ini berhasil.

          Berhari – hari aku menunggu persetujuan dari Kepala Sekolah. Namun, sampai hari ini tak ada kabar sedikitpun. Banyak anggota OSIS bertanya kepadaku tentang hal ini. Mereka semua telah menyetujuinya. Jika kepala sekolah tidak mengijinkan, aku harap mereka bisa mendukungku agar aku dapat melakukannya sendiri. “Fell, kamu di panggil kepala sekolah di ruangannya. Ayo cepetan” Suara Riko membuatku terkejut dan aku berlari menuju ruangan kepala sekolah bersamanya. “Permisi.. ada apa Pak?”

“Oh duduk Fell, Bapak mau bicara dengan kamu dan sebenernya ini buat seluruh anggota OSIS, tapi berhubung ada Riko disini biarlah dia yang mewakili mereka.” Aku dan Riko pun duduk, jantungku berdegup kencang. “Begini Felly, mengenai tanam 1000 pohon itu. Bapak tidak yakin ini akan berjalan sesuai harapan. Kamu tau yang dikatakan oleh Pak Roni sebelumnya? Itu memang benar. Lagipula, rasanya kita tidak sanggup untuk merawatnya bertahun-tahun hingga pohon-pohon itu besar. Jumlah tukang kebun di sekolah ini terbatas. Jika siswa yang merawatnya, tak akan mungkin mereka mau. Di jaman globalisasi ini, mana mungkin ada siswa yang peduli akan lingkungannya.”

“Tapi pak, banyak kok yang setuju dengan program kami. Jika mereka setuju berarti mereka kan mau untuk merawat pohon – pohon itu”
“Hm.. apa kamu tidak memikirkan anggarannya?”
“Begini pak, jika sekolah tidak memiliki biaya untuk program kami, biarlah kami para anggota OSIS yang menganggungnya sendiri.”
“Apa kamu yakin?”
“Iya Pak! Kita harus berusaha” Timpal Riko.
“Baiklah, Bapak serahkan pada kalian semua. Tapi ingat, jika ini gagal dan tambah merusak lingkungan sekolah, semua anggota OSIS harus menata ulang sekolah seperti awal. Karena kita tau ini hal yang susah. Dan mengolah taman juga tidak gampang. Jadi, bapak tunggu hasilnya. Oke kalian boleh keluar”

“Baik pak, permisi” Aku dan Riko keluar dari ruangan itu. Kami serasa di introgasi saat berada di ruangan itu. Benar-benar menakutkan. “Fell, gimana kelanjutannya?” Riko bertanya kepadaku. “Tenang saja, ayo kita mulai”

          Keesokan harinya, aku mengumpulkan seluruh anggota OSIS dan mulai menyusun rencana. Pertama, kami meminta tanda tangan seluruh warga sekolah yang menyetujui program ini. Ya cukup banyak. Lalu, kami bersosialisasi kepada mereka. Tiap orang harus membawa satu pohon. Kemudian tiap sore, kami pergi kesekolah untuk menanam pohon itu bersama siswa sekolah secara bergantian menurut kelasnya. Kami membuat jadwal untuk perawatan. Semua pohon telah tetanam di seluruh bagian sekolah, khususnya di lapangan sepak bola. Aku mendengar banyak komentar buruk tentang hal yang OSIS lakukan sekarang, khususnya dari para guru. Tapi, biarlah. Ini demi kebaikan mereka juga. Aku berpesan kepada anggota OSIS kelas VII agar mereka tetap melanjutkan programku. Ya, aku hanya ingin suatu hari nanti jika aku kembali datang ke sekolah ini sebagai alumni, aku dapat melihat sekolah ini menjadi rindang dan asri.
          Saat ini, aku naik kelas IX dan telah meninggalkan jabatan ketua OSIS. Tapi aku masih senang, ketua OSIS saat ini melanjutkan program yang aku buat. Justru dia sempat mengganti pohon pohon yang telah rusak, dan dia membuat organisasi khusus untuk merawat pohon-pohon itu. Kepala sekolah dan para guru masih belum berkomentar, yak arena pohon-pohon itu bisa dikatakan masih usia remaja. Bahkan, saat aku melepaskan jabatanku, mereka tidak memberikan apresiasi apapun tentang kegiatan ini. Ya, biarkan sajalah, mungkin suatu hari nanti mereka akan mengerti.

          10 tahun kemudian, aku diundang untuk temu kangen di SMP Tunas Bangsa. Ya, aku senang sekali karena moment ini bisa ku jadikan untuk bernostalgia bersama para sahabatku. Aku teringat pada sesuatu yang aku lakukan dulu. Tanam 1000 pohon. Aku tak tau apakah it uterus berlanjut, kita lihat saja nanti.

          Hari itu telah tiba. Aku mempersiapkan diriku dan berangkat ke SMP-ku. Aku terkejut dengan keadaan sekolah ku itu. Benar benar asri! Pohon dimana-mana, udara sejuk merasuk ke dalam jiwaku membuat hati ini nyaman dan tentram. Aku menjadi teringat akan masa laluku bersama pohon-pohon itu. Dan aku yakin ini adalah pohon yang aku tanam bersama temanku dan aku merasa bangga. Lamunanku di kejutkan oleh Riko salah satu rekan OSIS ku dulu. Dia mengajakku untuk pergi ke aula dan aku mengikutinya. Disana banyak sekali mantan siswa dari SMP Tunas Bangsa, dan untungnya aku masih hafal nama dan wajah mereka satu per satu. Kami sempat berbincang – bincang sebelum acara dimulai.
  
          Acara dimulai pukul 8 pagi. Pak Roni yang menjadi MC dalam acara itu. Dia memandu acara dari awal hingga akhir dan tiba saatnya untuk kami menyantap makanan yang telah disediakan. Namun, saat acara santap menyantap akan dilakukan, Bapak Kepala Sekolah naik ke panggung. Sepertinya dia akan sedikit berpidato. “Selamat pagi semua. Maaf saya menggangu acara kalian. Saya tidak ingin berbicara panjang lebar, cukup di intinya saja. Saya mengucapkan terima kasih kepada kalian telah menjadikan sekolah ini hijau, khususnya pada Felly yang dulu mempunyai gagasan ini. Saya merasa salut padanya. Meski kami para guru tidak menyetujuinya, namun dia tetap berusaha keras. Dan lihatlah, karena dia sekolah ini menjadi hijau dan asri seperti saat ini. Felly bisa naik ke sini?” Aku merasa bangga, sangat bangga. Aku mulai melangkahkan kaki ke atas panggung. Bapak kepala sekolah menyuruhku untuk memberikan motivasi kepada mereka semua. Aku mulai membuka mulut dan berkata “Selamat pagi semua. Hmm.. terimakasih untuk sanjungan yang diberikan oleh kepala sekolah. Sebenarnya, saya melakukan hal ini hanya demi tercapainya keinginan saya menjadikan sekolah ini lebih asri. Dan saya tidak akan berhasil melakukan semua ini, tanpa bantuan rekan – rekan OSIS saya. Ya, seharusnya kita sebagai masyarakat lebih peduli akan lingkungan. Jika lingkungan kita bersih akan nyaman di pandang dan tidak akan ada bibit penyakit yangakan menyerang kita. Saya sarankan mulai hari ini hendaknya kita melakukan pola hidup bersih agar kita selalu sehat dan merasa nyaman. Sekian dari saya, terimakasih” Aku pun turun dan panggung itu. Semua orang memberiku applause. Sekarang aku tau, tak ada yang lebih hebat dari kerja keras. Dari kerja keras, membuat impianmu menjadi nyata.

Daftar Pustaka
Bahasa Indonesia Kelas IX SMP/MTs .2018.  Edisi Revisi Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Fantasi